Senin, 28 Desember 2009

Ayo Cegah Kanker Serviks

Ayo Cegah Kanker Serviks
ist


Minggu, 6 Desember 2009 | 01:25 WITA

Makassar, Tribun - Setiap perempuan berisiko terkena kanker serviks (kanker mulut rahim) tanpa terkecuali. Makanya, perlu melakukan pencegahan dini agar terhindari dari penyakit mematikan ini.

Demikian disampaikan dr Boyke Dian Nugraha SpOG MARS pada seminar nasional kesehatan reproduksi perempuan dengan tema Deteksi Dini Kanker Serviks yang digelar Adyakasa Supporting House di Ballroom Diamond, Mal Panakkukang, Makassar, Sabtu (5/12).

Kanker serviks memiliki risiko paling tinggi. Setiap dua menit perempuan meninggal karena kanker ini dan menjadi pembunuh nomor satu di Indonesia dibanding kanker-kanker yang lain. Kanker serviks sudah disandingkan dengan penyakit jantung.

"Kalau sudah kena kanker mulut rahim, maka hidup akan sengsara. Untuk mengobatinya pun membutuhkan biaya yang sangat banyak. Jadi, sebaiknya cegah sejak dini," kata dr Boyke.

Kanker serviks disebabkan oleh Human Papiloma Virus (HPV) yang bersifat onkogenik. Ada dua tipe HPV yaitu 16 dan 18 bersama-sama menyebabkan 71 persen kasus kanker serviks.

Diperkirakan sekitar 80 persen perempaun akan terinfeksi HPV semasa hidupnya dan 50 persen diantaranya akan terinfeksi HPV yang menyebabkan kanker serviks. HPV dapat ditularkan melalui hubungan sesksual dan lainnya.

Kebanyakan infeksi awal HPV dan kanker serviks stadium dini berlangsung tanpa menimbulkan gejalah sedikitpun, sehingga penderita masih dapat menjalani kegiatan sehari-hari.

"Itulah makanya, sebaiknya para wanita menjalani papsmears yang dilakukan minimal enam bulan sekali atau sekarang ada popsnet, dengan teknologi komputer. Ini bisa dilakukan dua tahun sekali, untuk menteksi dini kanker serviks," katanya.

Apabila kanker serviks sudah mengalami stadium lanjut, maka akan menimbulkan gejala seperti pendarahan setelah senggama, pendarahan spontan, timbulnya keputihan yang bercampur darah dan berbau, nyeri panggul dan gangguan atau bahkan tidak bisa buang air kecil, serta nyeri saat berhubungan seksual.

Kanker serviks berkaitan dengan pola hidup. Jadi pencegahannya adalah menjalani hidup sehat, deteksi dini, dan vaksinasi.

Dengan deteksi dini, maka kemungkinan untuk sembuhnya sampai 100 persen. Kanker serviks yang ditemukan pada stadium dini dan diobati dengan cepat dan tepat dapat disembuhkan.

Selain itu, dengan vaksinasi yang merupakan pencegahan primer untuk mencegah terjadinya infeksi HPV 16 dan 18 yang menyebabkan 71 persen kasus kanker serviks.

Melalui vaksinasi, diharapkan dapat memberikan perlindungan terhadap infeksi HPV 16 dan 18. Juga memberikan perlindungan silang terhadap infeksi HPV lainnya

Vaksinasi sebaiknya diberikan sedini mungkin dengan rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Himpunan Onkologi-Ginekologi Indonesia (HOGI). Vaksinasi bisa diberikan pada usia 9-55 tahun.

Vaksin dilakukan dalam tiga tahap pemberian melalui suntikan yaitu bulan ke-0, dilanjutkan lagi pada bulan pertama atau kedua, dan dilakukan lagi pada bulan ke-6.(apriani landa)

Idealnya Wanita Dewasa Jalani Pemeriksaan Kanker Serviks




Surabaya - Bagi wanita yang sudah menikah ataupun belum menikah namun pernah melakukan hubungan seksual, diminta menjalani pemeriksaan pap smear. Pasalnya pap smear merupakan standar pemeriksaan deteksi dini kanker serviks.

"Idealnya untuk pencegahan kanker serviks, seorang wanita menjalani pap smear dan tes HPV sekaligus," kata ahli kandungan dan kebidanan RSU dr Soetomo Surabaya, dr Brahmana Askandar SpOG K-Onk, Minggu (13/12/2009).

Brahmana mengaku pap smear dan tes HPV sama-sama mendeteksi kanker serviks. Namun perbedaannya, untuk tes HPV mendeteksi virus HPV dalam serviks, sedangkan pap smear mendeteksi sel-sel abnormal dalam serviks.

"Namun bila harus memilih salah satu, lebih baik menjalani pap smear," terangnya.

Dia menjelaskan, pemeriksaan pap smear ada yang menggunakan cara konvensional. Namun memiliki beberapa kelemahan yakni lendir yang diambil dengan cyto brush (sikat kecil), tak semua menempel di kaca, tempat sample laboratorium. Akibatnya ada beberapa sel penting pada lendir serviks yang tak terdeteksi dan terbuang percuma.

Sedangkan pemeriksaan pap smear modern menggunakan metode liquid based. Teknik ini tak ada lendir serviks yang terbuang. Sebab lendir serviks yang diambil dengan cyto brush dimasukkan dalam cairan khusus.

Dijelaskan Brahmana, meski pasien dinyatakan sembuh dari kanker serviks, namun perlu menjalani pap smear tiap tiga bulan, hingga tahun kedua masa operasi. Setelah itu, pemeriksaan pap smear enam bulan sekali hingga tahun kelima. Tak hanya pemeriksaan klinis, tapi juga laboratorium. "Tujuannya, mengetahui apakah ada tumor marker yang masih hidup," paparnya.

Bila masih stadium dini yakni I A- II A, terapinya berupa pembedahan, radiasi. Sementara bila masuk stadium lanjut, maka terapinya lebih kompleks. Bila perlu rahim perlu diangkat jika pasien sudah memiliki anak. (Fatichatun Nadhiroh - detikSurabaya)

epidemiologi Kanker Serviks

  1. Deskripsi Penyakit

Kanker serviks adalah penyakit ganas yang pertumbuhan dan perkembangannya lambat. Perjalanan kanker serviks ini berawal dariproses yang berkaitan denagn pergantian epitel kolumnar menjadi epitel skuamosa atau disebut proses metaplasia. Perubahan ini biasanya terjadi di SSK (sambungan skuamo kolumnar) atau daerah transformasi. Daerah transformasi adalah daerah antara SSK asli dan SSk baru. Proses perubahan mini disebabkan factor etiologi dan factor resiko. Mula-mula terjadi perubahan sel menjadi dysplasia. Displasia adalah berbagai gangguan maturasi epitel skuamosa yang secara sitologik dan histopatologik berbeda dari epitel normal, tetapi tidak memenuhi persyaratan karsinoma. Displasia terbagi atas tiga tingkat, yaitu dysplasia ringan , sedang, dan berat. Displasia berat akan berubah menjadi karsinoma in situ, yang selanjutnya dapat berubah nmenjadi kanker invasif. Dengan kata lain fase prakanker disebut juga displasia merupakan perubahan premalignan (prakeganasan) dari sel-sel leher rahim. Pada fase inilah yang diharapkan didapatkan pada saat penapisan.Pengertian dan pemahaman mengenai abnormalitas hasil ini yang perlu ditekankan.


Karena displasia berat sulit dibedakan dengan karsinoma ,in situ, maka digunakan istilah Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS) yang dinbagi menjadi NiS 1 untuk dysplasia ringan, NIS 2 ntuk dysplasia sedang, NIS 3 untuk dysplasia berat dan karsioma in situ. NIS dapat beregresi, menetap dan berkembang serta tumbuh menjadi invasif. Lebih dari 70 % displasia ringan akan kembali ke sel normal tanpa pengobatan. Akan tetapi displasia ringan dapat berkembang menjadi kanker. Displasia sedang dan berat harus diobati bila ditemukan oleh karena untuk menjadi kanker jauh lebih besar. Beberapa penelitian terjadi karsinoma servik pasca displasia adalah 12 % setelah 5 tahun, 18 % setelah 10 tahun dan 30 % setelah 20 tahun.


Pada Karsioma in situ perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan epidermis menjadi karsioma skuamosa namun membrane basalis dalam keadaan utuh. Pada karsioma ,infasif, lperubahan derajat pertumbuhan sel menonjol, besar dan bentuk sel bervariasi,inti gelap, khromatin berlkelompok tidak merata dan susunan sel makin tidak teratur. Sekelompok atau lebih sel tumor menginfasi membrana basalis dan tumbuh infiltrative ke dalam stroma.




Displasia serviks umumnya tanpa gejala, artinya bahwa kebanyakan wanita tidak waspada terhadap kondisi ini. Beberapa hal dibawah ini sebagai tanda dan gejala displasia dan kanker serviks yaitu :

1. Perdarahan bercak atau darah segar diantara atau selama periode menstruasi.

2. Perdarahan menstruasi yang lebih banyak dan lebih lama dari biasa.

3. Perdarahan setelah setubuh, pembersiahan atau saat pemeriksaan pelvis.

4. Nyeri selama setubuh.

5. Perdarahan setelah menopause

6. Peningkatan cairan vagina.


Keadaan ini biasanya sering diabaikan oleh seorang wanita oleh karena keadaan ini tidak mengkhawatirkan atau tidak serius, sehingga prekanker atau bahkan kanker tidak terdekteksi

dan tidak terobati. Servikal displasia terdeteksi melalui test diagnostik yaitu apusan paps. Karena

keefektifan test ini dalam menilai abnormalitas serviks, insiden kankers serviks menurun sampai 50 % sejak tahun 1960. Kematian menurun 70 % pada wanita yang sering melakukan test ini. Perlu dicatat bahwa apusan paps dapat gagal menemukan abnormalitas. Kira-kira 20 % angka kegagalannya. Test ini juga dapat overestimate. Olehkarena ini jika displasia ditemukan maka dilanjutkan konfirmasi dengan servikogram atau kolposkopi. Jika dicurigai terdapat abnormalitas pada serviks maka dilakukan biopsi.


  1. Faktor Penyebab dan Faktor Resiko

Faktor Penyebab

HPV (Human Papiloma Virus) merupakan penyebab terbanyak. Sebagai tambahan perokok sigaret telah ditemukan sebagai penyebab juga. Wanita perokok mengandung konsentrat nikotin dan kotinin didalam serviks mereka yang merusak sel. Laki-laki perokok juga terdapat konsetrat bahan ini pada sekret genitalnya, dan dapat memenuhi servik selama intercourse.Defisiensi beberapa nutrisional dapat juga menyebabkan servikal displasia.National Cancer Institute merekomendasikan bahwa wanita sebaiknya mengkonsumsi lima kali buah-buahan segar dan sayuran setiap hari. Jika anda tidak dapat melakukan ini, pertimbangkan konsumsi multivitamin dengan antioksidan seperti vitamin E atau beta karoten setiap hari.




Faktor Resiko

  1. Pola hubungan seksual

Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker serviks meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan.aktifitas seksual yang dimulai pada usia dini, yaitu kurang dari 20 tahun,juga dapat dijadkan sebagai faktr resko terjadinya kanke servks. Hal ini diuga ada hubungannya dengan belum matannya derah transformas pada sia tesebut bila serin terekspos. Frekuensi hubungna seksual juga berpengaruh pada lebi tingginya resiko pada usia tersebut, yeyapitidak pada kelompok usia lebih tua. (Schiffman,1996).


  1. Paritas

Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yan sering melahirkan. Semakin sering melahirkan,maka semain besar resiko terjamgkit kanker serviks. Pemelitian di Amerika Latin menunjukkan hubungan antara resiko dengan multiparitas setelah dikontrol dengan infeksi HPV.


  1. Merokok

Beberapa peneitian menunukan hubungan yang kuat antara merokok dengan kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding sepert pola hubungna seksual. Penemuan lain mempekhatkan ditemkanna nikotin paa cairan serviks wanita perokok bahan ini bersifata sebaai kokassnoen dan bersama-sma dengan kasinoge yan elah ada selanjutnya mendoron pertumbuhan ke arah kanker.


  1. Kontrasepsi oral

Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983 (Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasive terdapat pada pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan bahwa insiden kanker setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada bukan pengguna kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz dkk menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan confounding yang erat kaitannya dengan hal tersebut.

WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan penggunaan kontrasepsi oral dengan risko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa sulit untuk menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa lama penggunaan kontraseps oral berinteraksi dengan factor lain khususnya pola kebiasaan seksual dalam mempengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu, adanya kemungkinan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain lebih sering melakukan pemeriksaan smera serviks,sehingga displasia dan karsinoma in situ nampak lebih frekuen pada kelompok tersebut. Diperlukan kehati-hatian dalam menginterpretasikan asosiasi antara lama penggunaan kontrasepsi oral dengan resko kanker serviks karena adanya bias dan factor confounding.

  1. Defisiensi gizi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu seperti betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungna dengan peningkatan resiko terhadap displasia ringan dan sedang.. Namun sampasaat ini tdak ada indikasi bahwa perbaikan defisensi gizi tersebut akan enurunkan resiko.


  1. Social ekonom

Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat antara kejadian kanker serviks dengan tingkat social ekonomi yang rendah. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih prevalen pada wanita dengan tingkat pendidkan dan pendapatan rendah. Faktor defisiensi nutrisi, multilaritas dan kebersihan genitalia juga dduga berhubungan dengan masalah tersebut.


  1. Pasangan seksual

Peranan pasanganseksual dri penderita kanker serviks mulai menjadi bahan yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata memberi resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya kebersihan genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi pembahasan panjang terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah pasangan ganda selain istri juga merupakan factor resiko yang lain.

Secara umum factor resiko kanker serviks adalah:

1. Hubungan seksual pertama usia muda

2. Mempunyai banyak pasangan (atau berhubungan dengan pria yang mempunyai banyak

pasangan)

3. Berhubungan dengan pria yang menderita penile warts (kutil kelamin)

4. Infeksi virus herpes simplek dan papiloma

5. Wanita perokok mempunyai risiko 2 kali.

6. Kadar serum betakaroten dan vitamin A rendah. Nutrisi ini memperbaiki integritas dan

fungsi epithelial sel, beraksi sebagai antioksidan dan memperbaiki sistem imun.

7. Pemakaian Kontrasepsi oral dapat menurunkan jumlah kadar nutrien (vitamin C,

B12,B6, asam folat, B2 dan Zinc) yang terlibat dalam imunitas.


Tercatat bahwa 67 % penderita kanker serviks mempunyai sedikitnya 1 kadar vitamin

abnormal, 38 % terlihat multiple parameter nutrisional abnormal.


.

  1. Pencegahan

Pengendalian kinder serviks dengan pencegahan dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pencegahan prmer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier Sgtrategi kesehatan masyarakat dalam mencegah kematian karena kanker serviks antara lain adalah dengan pencegahan primer dan pencegaan sekunder.

    1. Pencegahan primer

Pencegahan primer merupakan kegiatan uang dapat dilakukan oleh setiap orang untuk menghindari diri dari factor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya kanker serviks. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menekankan perilaku hdup sehat untuk mengurangi atau menghindari factor resiko seperti kawin muda, pasangan seksual ganda dan lain-lain. Selain itu juga pencegahan primer dapat dilakukan dengan imuisasi HPV pada kelompok masyarakat

    1. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini dan skrining kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus kanker serviks secara dibni sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Perkembangan kanker serviks memerlukan waktu yang lama. Dari prainvasif ke invasive memerlukan waktu sekitar 10 tahun atau lebih. Pemeriksaan sitologi merupakan metode sederhana dan sensitive untuk mwndeteksi karsinoa pra invasive. Bila diobati dengan baik, karsinoma pra invasive mempunyai tingkat penyembuhan mendekati 100%. Diagnosa kasus pada fase invasive hanya memiliki tingkat ketahanan sekitar 35%. Program skrining dengan pemeriksaan sitologi dikenal dengan Pap mear test dan telah dilakukan di Negara-negara maju. Pencegahan dengan pap smear terbukimampu menurunkan tingkat kematian akibat kanker serviks 50-60% dalamkurun waktu 20 tahun (WHO,1986).

  1. Peran Keluarga dalam Usaha Pencegahan

Peran keluarga dalam mncegah resiko terkena kanker serviks adalah dengan menerapkan pola hidup sehat untuk menghindari factor resiko, yaitu dengan cara :

1. Orang tua mengarahkan kepada anaknya agar menunda hubungan seksual sampai usia diatas remaja.

2. Setelah menikah, baik suami maupun istri tetap setia pada pasangannya dan tidak melakukan aktifitas seksual dendan selain pasangannya, menolak berhubungan seksual dengan yang mempunyai banyak pasangan, menolak berhubungan seksual dengan yang mempunyai banyak pasangan, menolak berhubungan seksual dengan orang terinfeksi genital warts

Jika terdapat anggota keluarga yang terdiagnosa terjangkit kanker serviks, maka sesegera mungkin harus dilakukan pengobatan agar kemungkinan untk sembuh lebh besar.


Apa yang Dimaksud Kanker Serviks

Kanker serviks merupakan kanker yang terbanyak diderita wanita-wanita di negara yang sedang berkembang termasuk di Indonesia. Sebagaimana kanker pada umumnya maka kanker serviks menimbulkan masalah-masalah berupa kesakitan (morbiditas), penderitaan, kematian, finansial/ekonomi maupun lingkungan bahkan pemerintah. Berdasarkan data dari Instalasi Patologi Anatomi FK UNSRI/ RSUP Dr. M. Hoesin maka urutan kanker terbanyak pada wanita seperti pada tabel dibawah ini. Kanker serviks sampai saat ini masih menduduki peringkat pertama kanker pada wanita yaitu sebanyak 285 kasus (23,85 %) dan berikutnya adalah kanker payudara yaitu 23,1 %.

Dalam hal pengobatan/penanggulanagan kanker serviks umumnya dilakukan sebagian besar dengan radiasi atau kombinasi modalitas radiasi , operasi dan kemoterapi. Dalam menegakkan diagnosis dan pemeriksaan yang dilakukan pada kanker serviks cukup mahal. Pada seoarang penderita kanker leher rahin untuk menegakkan diagnosis sampai menentukan stadium dan pengobatan dengan radiasi membutuhkan biaya kurang lebih 2 sampai 3 juta rupiah. Bahkan saat ini untuk biaya pengobatan radiasi di RS Cipto Mangunkusumo berkisar 6 – 8 juta rupiah Bila kita melakukan penapisan kanker serviks atau tindakan operasi pada stadium awal maka biaya yang dikeluarkan tidak semahal bila telah menjadi stadium lanjut. Biaya yang dibutuhkan bila ditemukan pada fase prakanker dan diobati hanya empat ratus ribu rupiah.

Pencegahan dan pengobatan prakanker serviks masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di antara perempuan dewasa di Indonesia. Kanker serviks merupakan kanker nomor dua tersering diderita oleh perempuan dan penyebab kematian akibat kanker yang paling utama.

Beberapa usaha sudah pernah dilakukan oleh dinas kesehatan maupun beberapa organisasi masyarakat jugafakultas kedokteran pada beberapa perguruan tinggi terkenal di dalam negeri. Secara mandiri maupun bekerjasama dengan WHO dan organisasi yang pedulikesehatan masyarakat di luar negeri.Namun menurut laporan pada akhir program biasanya terkendalpada dana,saat danada, program bisa berjalan dengan baik, tetapi saat dana habis,program juga tersendat.

Di negara­negara maju deteksi dini kanker serviks dengan tes Pap sudah terorganisasi dengan baik dan setiap perempuan diperiksa secara teratur, insiden kanker serviks dapat diturunkan secara dramatis. Namun dalam perkembangannya menerapkan metode tes Pap ini di Indonesia ternyata sulit dilakukan di sebabkan berbagai kendala antara lain luasnya wilayah nusantara, kurang tersedianyalaboratorium sitologi dan sumber daya spesialis patologi anatomik dan skriner sitologi sebagai pemeriksa sitologidi daerah­daerah terpencil. Pusat­pusat yang mampu melakukan pemeriksaan tes Pap masih terbatas,bahkan belum semua ibu kota provinsi mampu melakukannya.Saat ini hanya tersedia dokter spesialis patologi anatomik sebanyak 277 orang ( data tahun 2005),skriner sitologi yang belum mancapai 100morang (data tahun 2000 ), untuk melayani 212 juta populasi Indonesia pada tahun 2002.Sebagai perbandingan di Amerika Serikat untuk melayani 288 juta penduduk didukung oleh 15.000

Wright, Jr , TC dkk menjelaskan secara rinci bahwa program pencegahan kanker serviks di daerah yang masih kekurangan laboratorium sitologi dan sumber daya patologi, anatomic dan skriner sitologi lebih tepat jika menggunakan metode Inspeksi Visual Asam asetat(IVA).

Pemeriksaan IVA pertamakali diperkenalkan oleh Hinselman ( 1925 ) dengan cara mengusap serviks dengan kapas yang telah dicelupkan ke dalam asam asetat 3%.Adanya tampiln ” bercak putih ” setelah pulasan asam asetat kemungkinan diakibatkan lesi prakanker serviks.Cara inikemudian dikembangkan oleh WHO sejak tahun 1990 di India,Thailanddan Zimbabwe.Metode skrining dengan teknik IVA relatif mudah dan dapat dilakukan oleh bidan yang telah dilatih.Hal ini juga untuk memudahkan pendekatan pada kelompok perempuan yang diperiksa..

IVA juga diperkenalkan oleh Female Cancer Program ( FCP) yang merupakan kerja sama sejumlah fakultas kedokteran di Indonesia, persatuan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI)dengan universitas Leiden Belanda,FCP sudah berjalan sejak 2003.Kalau dulu yang terlibat FCP adalah YKI DKI dan Bali, sekarang sudah secara nasional. Pemeriksaan papsmear memang lebih teliti untuk melihat kelainan jaringan, tetapi memerlukan peralatan khusus dan ahli patologi anatomi.Biaya pemeriksaan termurah 35 – 40 ribu rupiah. sering tidak terjangkau masyarakat sehingga baru sebagian kecil perempuan melakukan pemeriksaan dini. Sebaliknya IVA hanya memerlukan olesan asam cuka. Keuntungan skrining IVA dibandingkan tes Pap adalah tidak memerlukan dukungan laboratorium beserta SDMnya, hasilnya dapat segera disampaikan setelah diperiksa, biaya sangat ringan.

Setelah ada hasil dari pemeriksaan penapisan berupa displasia, maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan kolposkopi dilanjutkan biopsi terarah atau pemeriksaan DNA virus HPV. Pengobatan displasia dilakukan setelah ada pemeriksaan hasil biopsi atau pemeriksaan DNA virus. Pengobatan displasia merupakan terapi pencegahan terjadinya kanker leher rahim. Prinsif pengobatan adalah destruksi lokal dengan pembekuan atau pembakaran. Terapi diet dan nutrisi digunakan untuk menjaga keseimbangan sistem hormon dan mendukung sistem imun. Diet untuk displasia serviks haruslah terutama vegetarian dan rendah lemak. Pada kasus displasi ringan yang memilih untuk tidak diobati, apusan papas setiap 3 bulan harus dilakukan untuk memantau kondisinya perbaikan sendiri atau progresif. Pada kasus sedang / berat dilakukan pengangkatan atau pengrusakan sel-sel abnormal serviks. Pengrusakan dilakukan dengan cryosurgery yaitu pembekuan, pembakaran dengan larutan trikhloroasetik. Pembedahan dengan laser juga dapat dilakukan seperti LOOP. Pembedahan konvensional pada kasus berat dapat dilakukan.

HPV biasa disebut wart virus (virus kutil). Terdapat lebih dari 100 tife HPV yang telah diidentifikasi. Tife 16,18,31,33 dan 35 menyebabkan perubahan sel-sel pada vagina atau serviks yang pada mulanya menjadi displasia dan selanjutnya berkembang menjadi kanker leher rahim. Bahkan seandainya HVP tidak terdeteksi dengan apusan paps, 80-90 % tentu saja akan terdapat HPV jika anda terdiagnosis berbagai tife displasia. Umumnya virus HVP tertular melalui kontak seksual. Kondom dapat mencegah penyebaran berbagai penyakit, tetapi tidak HPV. HPV ditemukan pada semual jaringan genitalia dan kondom pada penis tidak dapat mencegah transmisi HPV. Virus dapat tinggal dorman pada serviks selama 20 tahunan sebelum ia menyebabkan wart atau perubahan pada sel. Jika dokter telah menemukan suatu abnormal apusan paps, anda mungkin bukanlah baru mendapatkan HVP.

Selain itu, untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit kanker serviks, perlu diterapkan system terbuka. Yaitu system yang berasal dari masyarakat dan diperuntukan untuk asyarakat itu sendiri. Tentunya peran tenaga medis dan kesehatan sangat diperlukan dalam system ini. PMI, dinas kesehatan, pemerintah daerah, media massa, LSM, PKK, masyarakat serta bidan dan dokter sangat diperlukan dalam pencegahan kanker serviks.